banner4

KEWAJIBAN SUAMI BERSIKAP ADIL JIKA BERPOLIGAMI

Baca Juga



Dalam agama Islam seorang laki-laki diperbolehkan memiliki istri lebih dari satu, bahkan sampai empat. Tetapi hal itu bukan tanpa persyaratan dan bisa seenaknya. Poligami diperbolehkan dengan syarat sang suami memiliki kemampuan untuk adil diantara para istri. lni adalah kewajiban mutlak yang harus ditunaikan oleh suami dan dosa besar jika suami tidak dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya. Sebagaimana hadist Rasulullah saw. berikut:

"Barangsiapa beristri dua, dan tidak berlaku adil kepada keduanya, maka dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan terbelah tubuhnya.'
(H R.Tirmidzi dan AI-Hakim)

Oleh sebab itu, jika suami tidak mampu berlaku adil pada istri-istrinya ada baiknya mengambil hanya satu istri saja. Karena ketidak adilan dapat menimbulkan kekece-
waan di antara para istrinya kelak sehingga dapat menimbulkan permusuhan di antara mereka.
Allah berfirman:

"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja,atau budak-budak yang kamu miliki-Yang demikian itu adalah tebih dekat kepada tidak berbuat aniaya."

Lalu bentuk adil yang bagaimanakah yang menjadi kewajiban suami yang beristri lebih dari satu tersebut?.
Adil yang dimaksud di sini berarti suami harus mampu memenuhi kebutuhan lahir batin istri-istrinya secara rata dan tidak boleh ada Pilih kasih.

Diantara keadilan yang diberikan pada para istri ialah berlaku adil dalam bermuamalah,  yaitu dengan memberikan kepada masing-masing istri hak-haknya Menyamakan hak yang ada pada para istri dalam perkara-perkara yang memungkinkan untuk disamakan di dalamnya.

Adapun hak para istri yang wajib dipenuhi oleh suami yang berpoligami diantaranya adalah:

1. Memiliki rumah sendiri

Setiap istri memiliki hak untuk mempunyai rumah sendiri.
Allah swt.berfirman;

"Menetaplah kalian (wahai istri-istri Nabi) di rumah-rumah kalian.
(QS.Al-Ahzab: 33)

Dalam ayat ini Allah Azza waJalla menyebutkan rumah Nabi saw. dalam bentuk jamak, sehingga dapat dipahami bahwa rumah beliau tidak hanya satu.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Aisyah ra. menceritakan bahwa ketika Nabi saw sakit menjelang wafatnya, beliau saw. bertanya, "Di mana aku besok? Di rumah siapa? Beliau saw menginginkan di tempat Aisyah ra. oleh karena itu istri-istri beliau mengizinkan beliau untuk dirawat di mana saja beliau menginginkannya, maka beliau dirawat di rumah Aisyah sampai beliau wafat di sisi Aisyah. Beliau saw meninggal di hari giliran Aisyah. Allah mencabut ruh beliau dalam keadaan kepala beliau bersandar di dada Aisyah ra.

lbnu Qudamah ra. menjelaskan dalam kitab Al-Mughni bahwasanya tidak pantas seorang suami mengumpulkan dua orang istri dalam satu rumah tanpa ridha dari keduanya. Hal ini dikarenakan dapat menjadikan penyebab kecemburuan dan permusuhan di antara keduanya. Masing-masing istri dimungkinkan untuk mendengar desahan suami yang sedang menggauli istrinya, atau bahkan melihatnya. Namun jika para istri ridha apabila mereka dikumpulkan dalam satu rumah, maka tidaklah mengapa. Bahkan jika keduanya ridha jika suami mereka tidur diantara kedua istrinya dalam satu selimut tidak mengapa. Namun seorang suami tidaklah boleh menggauli istri yang satu di hadapan istri yang lainnya meskipun ada keridhaan diantara keduanya.

2. Menyamakan para istri dalam masalah giliran

lmam Muslim meriwayatkan hadits yang artinya Anas bin Malik menyatakan bahwa Nabi saw. Memiliki 9 istri, Kebiasaan beliau saw bila menggilir istri-istrinya, beliau mengunjungi semua istrinya dan baru berhenti (berakhir) di rumah istri yang mendapat giliran saat itu. Ketika dalam bepergian, jika seorang suami akan mengajak salah seorang istrinya, maka dilakukan undian untuk menentukan
siapa yang akan ikut serta dalam perjalanan. lmam Bukhari juga meriwayatkan bahwa Aisyah ra. menyatakan bahwa apabila Nabi saw.hendak safar, beliau mengundi di antara para istrinya, siapa yang akan beliau saw sertakan dalam safarnya. Beliau saw biasa menggilir setiap istrinya pada hari dan malamnya, kecuali Saudah bintu Zam'ah karena jatahnya telah diberikan kepada Aisyah ra.

lmam lbnul Qoyyim menjelaskan bahwa seorang suami diperbolehkan untuk masuk ke rumah semua istrinya pada hari giliran salah seorang dari mereka, namun suami tidak boleh menggauli istri yang bukan waktu gilirannya.

Seorang istri yang sedang sakit maupun haid tetap mendapat jatah giliran sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw. sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim, bahwa Aisyah ra. menyatakan bahwa jika Rasulullah saw ingin bermesraan dengan istrinya namun saat itu istri Rasulullah saw sedang haid, beliau memerintahkan untuk menutupi bagian sekitar kemaluan nya

Syaikh Abdurrahman Nashir As-Sa'dy rahimahullah,  ulama besar dari Saudi Arabia, pernah ditanya apakah seorang istri yang haid atau nifas berhak mendapat pembagian giliran atau tidak. Beliau rahimahullah menyatakan bahwa pendapat yang benar adalah bagi istri yang haid berhak mendapat giliran dan bagi rstri yang sedang nifas tidak berhak mendapat giliran. Karena itulah yang berlaku dalam adat kebiasaan dan kebanyakan wanita di saat nifas sangat senang bila tidak mendapat giliran dari suaminya.



3. Tidak boleh keluar dari rumah istri yang mendapat giliran menuju           rumah   yang lain

Seorang suami tidak boleh keluar untuk menuju rumah istri yang lain yang bukan gilirannya pada malam hari kecuali keadaan darurat, Larangan ini disimpulkan dari hadits yang diriwayatkan oleh lmam Muslim yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah saw di rumah Aisyah ra, tidak lama setelah beliau berbaring, beliau bangkit dan keluar rumah menuju kuburan Baqi sebagaimana diperintahkan oleh malaikat . Aisyah ra kemudian mengikuti beliau karena menduga bahwa Rasulullah saw akan pergi ke rumah istri yang lain. Ketika Rasulullah saw. pulang dan mendapatkan Aisyah ra. dalam keadaan terengah-engah, beliau bertarnya kepada Aisyah ra' "Apakah Engkau menyangka Allah dan Rasul-Nya akan berbuat tidak adil kepadamu?"

lmam lbnu Qudamah Rahimahullah menyatakan tidak dibolehkannya masuk rumah istri yang lain di malam hari kecuali darurat, misalnya si istri sedang
sakit. Jika suami menginap di rumah istri yang bukan gilirannya tersebut maka dia harus mengganti hak istri yang gilirannya diambil malam itu' Apabila tidak menginap, maka tidak perlu menggantinya.

Syaikh Abdurrahman Nashir As Sa'dy rahimahullah pernah ditanya tentang hukum menginap dirumah salah satu dari istrinya yang tidak pada waktu gilirannya. Beliau rahimahullah menjawab bahwa dalam hal tersebut  dikernbalikan kepada 'urf, yaitu kebiasaan yang dianggap wajar oleh daerah setempat. Jika mendatangi salah satu istri tidak pada waktu gilirannya, baik waktu siang atau malam tidak dianggap suatu kezaliman dan ketidak adilan,  maka hal tersebut tidak apa-apa. Dalam hal tersebut, urf sebagai penentu karena masalah tersebut tidak ada dalilnya.

4. Batasan Malam Pertama Setelah Pernikahan

Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas ra. bahwa termasuk sunnah bila seseorang menikah dengan gadis, suami menginap selama tujuh hari, jika menikah dengan janda, ia menginap selama tiga hari. Setelah itu barulah ia menggilir istri-istri yang lain.

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh lmam Muslim disebutkan bahwa Ummu Salamah ra. mengabarkan bahwa ketika Nabi saw. Menikahinya beliau menginap bersamanya selama tiga hari dan beliau bersabda kepada Ummu Salamah, "Hal ini aku lakukan bukan sebagai penghinaan kepada keluargamu. Bila memang engkau mau, aku akan menginap bersamamu selama tujuh hari, namun aku pun akan menggilir istri-istriku yang lain selama tujuh hari.

5. Waiib menyamakan nafkah.

Setiap istri memiliki hak untuk mempunyai rumah sendiri-sendiri, hal ini berkonsekuensi bahwa mereka makan sendiri-sendiri, namun bila istri-istri tersebut ingin berkumpul untuk makan bersama dengan keridhaan mereka maka tidak apa-apa.
lbnu Taimiyah menyatakan bahwa bersikap adil dalam nafkah dan pakaian menurut pendapat yang kuat, merupakan suatu kewajiban bagi seorang suami


lmam Ahmad meriwayatkan bahwa Anas bin Malik ra. mengabarkan bahwa Ummu Sulaim mengutusnya menemui Rasulullah saw. dengan membawa kurma sebagai hadiah untuk beliau saw. Kemudian kurma tersebut untuk dibagi-bagikan kepada istri-istri beliau segenggam-segenggam'

Bahkan ada keterangan yang dibawakan oleh Jabir bahwa ada seseorang yang berpoligami menyamakan nafkah untuk istri-istrinya sampai-sampai makanan atau gandum yang tidak bisa ditakar  ditimbang karena terlalu sedikit, beliau tetap membaginya dengan adil

6. Undian ketika safar atau bepergian'

Bila seorang suami hendak melakukan safar dan tidak membawa semua istrinya, maka ia harus mengundi untuk menentukan siapa yang akan menyertainya dalam safar tersebut'

 lmam Bukhari rahimahullah meriwayatkan bahwa ,kebiasaan Rasulullah saw bila hendak safar, beliau mengundi di antara para istrinya, siapa yang akan diajak dalam safar tersebut.

lmam lbnu Qudamah menyatakan bahwa seorang yang safar dan membawa semua istrinya atau menginggalkan semua istrinya,  maka tidak memerlukan hunaian, Jika suami membawa lebih dari satu istrinya, maka ia harus menyamakan giliran sebagaimana ia menyamakan di antara mereka ketika tidak dalam keadaan safar.

Demikianlah bahwa seorang suami yang melakukan poligami harus berbuat seadil-adilnya dalam perkara yang menyangkut kehidupan rumah tangganya.  Suami tidak boleh membeda-bedakan dalam pemberian makan, pakaian, serta tempat tinggal yang layak.

 Begitu pula dalam soal giliran. Jika suatu saat ia dengan sengaja meninggalkan giliran salah seorang istrinya, maka ia wajib mengqadla atau mengganti giliran tersebut menjadi dobel. Sementara itu,  seorang suami tidak dibebankan kewajiban untuk menyamakan cinta dan jima di antara para istrinya.Yang wajib bagi dia rnemberikan giliran kepada istri-istrinya secara adil. Ayat Al-Quran "Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berbuat adil diantara istri-istri (mu) walau pun kamu sangat ingin berbuat demikian.
 (QS.An-Nisa': 129).

ditafsirkan oleh lbnu Katsir rahimahullah bahwa manusia tidak akan sanggup bersikap adil di antara istri-istri dari seluruh segi. Sekalipun pembagian malam demi malam dapat terjadi, akan tetapi tetap saja ada perbedaan dalam rasa cinta, syahwat, dan jima'. Ayat ini turun pada Aisyah ra. Nabi saw. sangat mencintainya melebihi istri-istri yang lain. 

Beliau berkata...

"Ya Allah inilah pembagianku yang  aku mampu, maka janganlah engkau cela aku pada apa yang engkau miliki dan tidak aku miliki, yaitu hati."

lbnul Qoyyim rahimahullah juga menyatakan bahwa tidak wajib bagi suami untuk menyamakan cinta diantara istri-istrinya, karena cinta merupakan perkara yang tidak dapat dikuasai.'Aisyah ra. merupakan istri yang paling di cintai Rasulullah saw. Dari sini dapat diambil pemahaman bahwa suami tidak wajib menyamakan para istri dalam masalah jima.  Karena jima  terjadi karena adanya cinta dan kecondongan. Dan perkara cinta berada di tangan Allah swt, Zat yang membolak-balikkan hati. Jika seorang suami meninggalkan jima karena tidak adanya pendorong ke arah sana, maka suami tersebut dimaafkan.

Demikianlah lslam telah mengatur segalanya dengan baik sehingga pantaslah lslam disebut agama yang paling baik. Dengan begitu,telah jelaslah bahwa apa saja yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan berpoligami dan telah disebutkan juga bahwa kewajiban yang paling utama adalah berlaku adil diantara istri-istrinya.


0 Response to "KEWAJIBAN SUAMI BERSIKAP ADIL JIKA BERPOLIGAMI"

Post a Comment

wdcfawqafwef